Ditulis oleh : Ust. Tri Asmoro Kurniawan
Salah satu tujuan pernikahan adalah tercapainya sakinah atau ketentraman di dalam keluarga. Apalagi irama kehidupan masa kini yang sangat aktif dan dinamis, persaingan yang kompetitif, serta masalah yang sangat kompleks, berpotensi besar memicu datangnya stress dan membuat perasaan nyaman menjadi langka dan mahal harganya.
Untuk itulah, kita harus berusaha memenej keluarga menjadi surga dunia, semaksimal mungkin. Sebuah pertaruhan untuk memunculkan istana yang menenangkan, menghadirkan kenyamanandan ketentraman, serta membuat kerasan siapapun yang memasukinya. Graha sakinah yang mengusir segenap penat dan rasa lelah, juga semua gundah gelisah. Rumah, yang karenanya memang harus dibentuk dan diadakan. Rumah, yang bukan sekedar menjadi tempat pertemuan dua jenis kelamin dan tidak memiliki tujuan-tujuan kemanusiaan yang elok dan bermartabat.
Dalam makna yang hakiki, sakinah ini tidak identik dengan lengkapnya fasilitas yang berkelas, yang seringkali justeru menjebak dan menipu. Istana-istana megah yang berubah menjadi penjara jiwa yang mengerikan. Fasilitas yang hanya membuat hati dan jiwa semakin keras. Tumpukan materi yang hanya membuat hidup terasa mati. Namun, ia ada dalam kalbu seluas samudera, yang membuat para penghuni rumah itu menjadi sebenar-benar manusia dengan hati, jiwa dan raganya.
Ada beberapa cara sederhana yang bisa kita lakukan demi menggapai sakinah ini. Salah satunya adalah belajar untuk menerima apapun keadaan anggota keluarga dengan lapang dada, dalam segala kelebihan dan kekurangan masing-masing. Sebab, salah satu kunci kenyamanan kita dalam bermuamalah adalah ketika kita merasa nyaman dengan diri sendiri, demikian juga dengan semua pihak yang terlibat dalam muamalah itu.
Kenyamanan yang muncul dari keutuhan penerimaan yang jujur, akan membuat seseorang merasa dihargai dan bisa menjadi diri sendiri. Hingga interaksi yang terciptapun akan lebih manusiawi dan alami. Jauh dari kepura-puraan dan kedustaan yang seringkali membuat sebuah hubungan menjadi tidak nyaman. Apalagi di dalam islam, ukuran kebaikan sesorang adalah ketakwaannya, bukan ukuran-ukuran lain yang tidak penting.
Sebagai kepala rumah tangga, kemampuan kita menerima seluruh anggota keluarga dengan utuh, sangat berperan dalam penciptaan keluarga yang sakinah. Sebuah pondasi kokoh yang akan membuat kita bisa berfikir jernih, bahwa masing-masing anggota keluarga memang tidak memiliki kesamaan dalam banyak hal. Inilah yang kemudian bisa membuat kita bersikap realistis dalam menetapkan target-target pencapaian untuk masing-masing dari mereka. Bukankah setiap mereka, termasuk diri kita, selalu memiliki sejumlah keterbatasan yang sulit, atau bahkan mustahil, dirubah lagi? Berdamai dengan keterbatasan diri, insyaallah, akan membuat kita bisa menghargai diri sendiri dan orang lain.
Variasi target yang lebih sesuai dengan kemampuan masing-masing anggota keluarga akan menciptakan harmoni yang luar biasa sebab semua pihak memahami kekurangan masing-masing yang memang tidak perlu dipersoalkan. Fokus sekarang adalah memaksimalkan kelebihan yang dimiliki demi kemajuan keluarga secara hakiki, dunia dan akhirat.
Kita juga harus peka akan kebutuhan rekreasi bagi seluruh anggota keluarga. Bahwa rutinitas yang dijalani semua pihak, akan membawa mereka kepada titik jenuh, yang bisa memperuncing keadaan dan menajamkan emosi negatif. Ada kebutuhan relaksasi yang harus kita penuhi, dan secara kreatif, bisa kita munculkan meski tanpa biaya yang besar dan acara-acara spektakuler. Kebersamaan dalam menjalani kegiatan sederhana, bisa jadi ampuh untuk menyenangkan hati dan mendatangkan rasa rileks.
Berikutnya adalah kemampuan kita mengelola dan menghadapi tekanan, bahkan stress yang ada, harus selalu kita tingkatkan. Sebab, kemajuan teknologi dan gaya hidup serba cepat saat ini, memunculkan berbagai tekanan yang jauh berbeda kadar dan intensitasnya jika dibandingkan jaman-jaman yang lalu. Selain meningkatkan kadar iman seluruh anggota keluarga, menjaga suasana yang religius juga akan berperan banyak dalam penciptaan ketentraman keluarga.
Kebiasan-kebiasaan sederhana yang menampakkan pikiran positif, qanaah, bertawakal kepada Allah, dan pasrah kepada ketentuan Allah, dalam bungkus wajah yang ceria, senyum yang terus mengembang, kemudahan memaafkan kesalahan, hingga sapaan ringan yang mesra, adalah budaya keluarga yang harus kita tumbuhkan dan jaga konsistensinya.
Terakhir, kebiasan melantunkan doa dan mengucap syukur atas setiap pencapaian positif, yang bahkan terkesan sangat sederhana, juga harus kita adakan. Selain menjadi jalan, insyaallah, datangnya pertolongan Allah, kebiasaan-kebiasaan seperti ini juga menunjukkan kerendahan hati dan ketawadhuan. Dimana keduanya menunjukkan hati yang tenteram dan nyaman.
Saya percaya, kalau kita berusaha, insyaallah, kita akan bisa, hingga keluarga-keluarga kita menjadi taman-tamn surga yang didamba dan dirindukan setiap insan yang beriman. Dan bukan menjadi neraka tempat semua keburukan bersemayam. Semoga Allah memberi kemudahan kepada kita semua!